Arti Fomo Dan Yolo

Arti Fomo Dan Yolo

Hi Learners!! Kalian tau kan kalau zaman sekarang udah semakin canggih, social media juga udah banyak banget, seperti Twitter, Path, Instagram, dan masih banyak lagi yang lain social media yang bisa kita gunakan. Dan pastinya ada banyak juga bahasa gaul yang banyak digunakan anak zaman sekarang. Sebagai pengguna socmed, kita pasti sering mendengar kata YOLO. Apa sih arti YOLO? Yuk kita lebih Mengenal Arti YOLO dan Penggunaannya.

Nah sekarang kita akan Mengenal Arti YOLO dan Penggunaannya. Kata YOLO ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan dunia socmed. Tapi, anak zaman sekarang ngga jarang pakai hashtag YOLO di socmed mereka. Sebenarnya makna YOLO itu bagus, hanya saja kadang digunakan untuk alasan yang terlalu ‘bebas’. YOLO sendiri merupakan singkatan dari frasa You Only Live Once yang berarti kurang lebih sama dengan Hidup Cuma Sekali. Namun ada beberapa anak muda yang mengartikan YOLO dengan You Only Live On yang biasanya digunaka anak muda untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar.

Slogan ini biasa diucapkan oleh anak-anak muda saat melakukan suatu hal yang mungkin dilakukan sekali seumur hidup. Artinya hampir sama dengan frasa dari Bahasa Latin, Carpe Diem. Namun seringnya, frasa ini digunakan sebagai alasan ketika seseorang melakukan hal-hal yang menurut orang lain tidak wajar. Slogan ini diucapkan pertama kali sekitar tahun 2011 kemudian menjadi terkenal di tahun 2013 hingga sekarang. Slogan ini lebih sering dituliskan di sosial media seperti Twitter, Facebook dan Instagram.

Ini dia contoh penggunaan YOLO dalam percakapan Bahasa Inggris:

Pengaruh Media Sosial

Media sosial memainkan peran besar dalam memicu FOMO dan FOPO. Platform seperti Instagram, Twitter, atau TikTok mendorong perbandingan sosial secara terus-menerus, sehingga seseorang merasa tertekan untuk mengikuti tren atau menyesuaikan diri dengan standar yang ada. Sementara itu, YOLO sering kali digunakan untuk membenarkan tindakan impulsif yang dipamerkan di media sosial.

Tekanan dari lingkungan sekitar juga menjadi faktor pemicu. Ketika seseorang berada di lingkungan yang sangat menghargai persetujuan atau status sosial, hal ini dapat memperburuk ketakutan akan tertinggal (FOMO) atau takut akan penilaian orang lain (FOPO). Di sisi lain, prinsip YOLO bisa muncul dari dorongan untuk terlihat berani dan berbeda di mata orang lain.

Faktor Pemicu FOMO, YOLO, dan FOPO

Ketiga fenomena ini memiliki beberapa faktor pemicu yang saling berkaitan, terutama dalam konteks kehidupan modern yang dipenuhi oleh tekanan sosial dan ekspektasi tinggi. Berikut beberapa faktor utama yang dapat memicu FOMO, YOLO, dan FOPO:

Mengenal Arti Bahasa Gaul FOMO, JOMO, FOBO, Yolo, dan Cara Penggunaannya

Nah, supaya nggak salah menggunakan istilah dari bahasa gaul itu, simak perbedaan arti FOMO, JOMO, FOBO, dan YOLO di bawah! Selain itu, ketahui juga cara penggunaannya yang tepat.

Baca juga: Artinya Instahusband: Kisah di Balik Foto Instagram Estetik Pasangan

Dampak FOMO, YOLO, dan FOPO

Ketiga fenomena ini memiliki dampak yang cukup serius, terutama bagi kesehatan mental dan sosial kamu detikers. FOMO dapat menyebabkan rasa tidak puas dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, yang berujung pada stres dan kecemasan.

FOPO bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan diri dan terjebak dalam lingkaran perasaan tidak aman. Sementara itu, penerapan YOLO yang tidak terkontrol dapat menimbulkan keputusan yang kurang bijaksana dan berpotensi merusak hubungan atau kondisi finansial.

Yuk, mengenal arti Fomo, Jomo, Fobo, dan Yolo!

Sudah sering mendengar istilah FOMO, JOMO, FOBO, ataupun YOLO? Keempat kata itu merupakan singkatan dari istilah bahasa Inggris yang sering digunakan sebagai bahasa gaul. Paling banyak nih, digunakan oleh generasi milenial dan gen Z.

Lantas, apa sebenarnya arti FOMO, JOMO, FOBO, dan YOLO? Ternyata istilah-istilah itu bukan hanya sebatas bahasa gaul, namun juga berkaitan dengan keadaan psikologis seseorang.

Budaya Populer dan Stereotip Media

Standar kecantikan, kesuksesan, dan gaya hidup yang dipromosikan media massa sering kali memperkuat perasaan tidak aman di kalangan anak muda. Standar ini mendorong mereka untuk terus mengejar citra yang dianggap ideal, yang pada akhirnya memicu rasa cemas, takut ketinggalan, atau bahkan tindakan impulsif.

Cara Menanggulangi FOMO, YOLO, dan FOPO

Untuk menghadapi dampak negatif dari FOMO, YOLO, dan FOPO, beberapa langkah berikut dapat detikers lakukan:

1. Latih Pernapasan Dalam: Teknik pernapasan dalam dapat membantu menenangkan diri dan mengurangi kecemasan yang muncul karena FOMO atau FOPO.

2. Berpikir Positif dan Fokus pada Diri Sendiri: Cobalah mengalihkan fokus dari opini orang lain dan perbandingan sosial ke kemampuan dan potensi diri sendiri. Hal ini dapat membantu mengurangi dampak FOPO dan FOMO.

3. Penggunaan Media Sosial yang Bijak: Mengurangi waktu di media sosial dapat membantu menekan perasaan cemas akibat perbandingan sosial dan mengurangi dorongan impulsif terkait YOLO.

4. Kembangkan Filosofi Hidup yang Sehat: Memiliki prinsip hidup yang kuat dapat membantu seseorang untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan tidak terpengaruh oleh tekanan sosial atau tren sesaat.

5. Relaksasi dan Meditasi: Latihan relaksasi seperti meditasi dapat membantu mengurangi kecemasan yang timbul akibat FOPO atau FOMO, serta mendorong lebih banyak kesadaran dalam menghadapi setiap situasi hidup.

Dengan mengenali faktor-faktor pemicu serta cara menanggulangi ketiga fenomena ini, generasi muda dapat menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan produktif, tanpa harus terjebak dalam tekanan sosial yang tidak perlu.

Itulah Penjelasan mengenai fenomena FOMO, YOLO dan FOPO. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis M. Hasbi Fauzi, mahasiswa program Magang Merdeka di detikcom

Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.

tirto.id - Di media sosial, sedang ramai istilah "FOMO Konser", hal ini berkaitan dengan beberapa selebgram yang dianggap FOMO konser Blackpink.

Warganet mencibir selebgram yang bukan fans Blackpink atau bukan pendengar Kpop tetapi ikut-ikutan nonton konser, bahkan membeli tiket paling mahal.

Mereka menganggap para selebgram ini FOMO konser. Apa itu FOMO konser dan mengapa FOMO berkaitan dengan media sosial?

FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out atau rasa takut ketinggalan. Ini adalah respons emosional terhadap ketakutan tidak bisa mengikuti tren atau sesuatu yang sedang berjalan.

FOMO sering menyebabkan perasaan tidak nyaman, ketidakpuasan, depresi dan stres. Maraknya media sosial telah meningkatkan prevalensi FOMO selama beberapa tahun terakhir.

FOMO disebabkan oleh perasaan cemas seputar gagasan bahwa pengalaman menarik atau peluang penting terlewatkan atau diambil.

Menurut Tech Target, FOMO dihasilkan oleh amigdala - bagian otak yang mendeteksi apakah sesuatu merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup atau tidak.

Bagian otak ini merasakan kesan ditinggalkan sebagai ancaman, menciptakan stres dan kecemasan. Seseorang akan lebih mungkin mengalami FOMO jika sudah sangat sensitif terhadap ancaman lingkungan.

Ini termasuk orang-orang yang bergumul dengan kecemasan sosial, perilaku obsesif atau kompulsif -- termasuk gangguan obsesif-kompulsif yang didiagnosis -- atau memiliki bentuk trauma emosional di masa lalu.

Ponsel cerdas dan media sosial telah meningkatkan terjadinya FOMO dengan menciptakan situasi di mana pengguna terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan pengalaman ideal yang mereka lihat diposting secara online.

Aplikasi dan situs web seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan Snapchat memudahkan untuk melihat apa yang dilakukan orang lain.

Versi glamor kehidupan mereka yang disiarkan di fitur-fitur seperti Instagram Stories atau wall Facebook mengubah perasaan pengguna tentang apa yang normal dan membuat mereka berpikir bahwa mereka melakukan lebih buruk daripada rekan-rekan mereka.

Orang-orang melihat ke luar pada pengalaman orang lain daripada ke dalam pada hal-hal besar dalam hidup mereka.

Pemasaran FOMO telah muncul sebagai cara untuk membujuk konsumen membeli produk tertentu atau menghadiri acara.

Pemasaran FOMO memicu ketakutan pelanggan akan kehilangan untuk menginspirasi mereka mengambil tindakan. Beberapa strategi pemasaran FOMO meliputi:

Sementara pemasaran FOMO berhasil membuat orang membeli lebih banyak, hal itu berdampak negatif pada konsumen dengan memicu depresi dan kecemasan yang ditimbulkan oleh FOMO.

tirto.id - Sosial budaya

Penulis: Dipna Videlia PutsanraEditor: Addi M Idhom

Kecemasan Berlebihan

Kecemasan yang berlebihan adalah gejala umum dari FOPO dan FOMO. Seseorang bisa merasa cemas saat melihat orang lain melakukan sesuatu yang tampaknya lebih menarik, atau saat merasa tidak bisa memenuhi ekspektasi sosial.

YOLO sering mendorong seseorang untuk mengambil tindakan impulsif, yang bisa membawa kesenangan sesaat, tetapi berpotensi merugikan dalam jangka panjang. Sementara itu, FOMO bisa membuat seseorang ikut-ikutan tren tanpa benar-benar mempertimbangkan dampaknya.

Menghindari Situasi Sosial

Seseorang dengan FOPO cenderung menghindari situasi di mana mereka bisa dinilai atau dikritik, seperti berbicara di depan umum atau memposting sesuatu di media sosial. Mereka juga sering merasa tidak nyaman saat harus berinteraksi dengan orang lain karena takut akan penilaian negatif.